Ancaman Pidana 5 Tahun Penjara atau Denda Rp 2 Miliar Bagi
Para Pengoplos Daging
Jakarta - Sutirman Wasis Utomo, penjual
bakso di Tambora, Jakarta Barat, sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia
mencampur daging sapi dengan babi celeng untuk dibuat menjadi 'bakso sapi'.
Akibatnya, ia harus mendekam di bui selama lima tahun. Sutirman hanyalah salah
satu dari sekian banyak pengoplos daging yang pernah tertangkap. Kasus yang
banyak terjadi di Indonesia adalah daging sapi dicampur daging babi atau
celeng, lalu dijual sebagai bakso sapi.
Umumnya, para pelaku melakukan
kecurangan ini demi meraup keuntungan lebih. Konsumenpun dirugikan karena
produk yang dibeli tak sesuai dengan klaimnya. Apalagi, daging oplosan
seringkali melibatkan daging babi dan tikus yang haram dikonsumsi bagi muslim.
Padahal, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah
mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing konsumen dan pelaku usaha.
Pada pasal 4 butir a, tercantum bahwa
konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa. Pelanggan juga berhak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (butir c).
Sementara itu, pasal 7 menuliskan kewajiban pelaku usaha, di antaranya
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya (butir a) serta memberikan
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa (butir b).
Pengoplosan daging melanggar pasal 8
butir f yang berbunyi: "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut" Menurut pasal 62 ayat 1, pelaku usaha yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Selain sanksi pidana, pasal 63
menjelaskan bahwa pelaku dapat dijatuhi hukuman tambahan berupa perampasan
barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, atau pembayaran ganti rugi. Bisa
juga berupa perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, sampai pencabutan
izin usaha. Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan juga mengatur
mengenai hal ini. Pada pasal 100 poin 1, tertulis bahwa setiap label pangan
yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan
tidak menyesatkan. Setiap orang juga dilarang memberikanketerangan atau
pernyataan yang tidak benar dan/atau menyesatkan pada label (poin 2)
Pelanggarannya berakibat sanksi seperti yang tercantum di pasal 144, yakni
pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 6 miliar.
sumber :
http://food.detik.com/read/2014/05/08/180753/2577526/297/2/ancaman-pidana-5-tahun-penjara-atau-denda-rp-2-miliar-bagi-para-pengoplos-daging
Tidak ada komentar:
Posting Komentar