Sabtu, 10 Mei 2014

Tulisan 3 Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Ancaman Pidana 5 Tahun Penjara atau Denda Rp 2 Miliar Bagi Para Pengoplos Daging

Jakarta - Sutirman Wasis Utomo, penjual bakso di Tambora, Jakarta Barat, sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia mencampur daging sapi dengan babi celeng untuk dibuat menjadi 'bakso sapi'. Akibatnya, ia harus mendekam di bui selama lima tahun. Sutirman hanyalah salah satu dari sekian banyak pengoplos daging yang pernah tertangkap. Kasus yang banyak terjadi di Indonesia adalah daging sapi dicampur daging babi atau celeng, lalu dijual sebagai bakso sapi.
Umumnya, para pelaku melakukan kecurangan ini demi meraup keuntungan lebih. Konsumenpun dirugikan karena produk yang dibeli tak sesuai dengan klaimnya. Apalagi, daging oplosan seringkali melibatkan daging babi dan tikus yang haram dikonsumsi bagi muslim. Padahal, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing konsumen dan pelaku usaha.
Pada pasal 4 butir a, tercantum bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Pelanggan juga berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (butir c). Sementara itu, pasal 7 menuliskan kewajiban pelaku usaha, di antaranya beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya (butir a) serta memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (butir b).
Pengoplosan daging melanggar pasal 8 butir f yang berbunyi: "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut" Menurut pasal 62 ayat 1, pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Selain sanksi pidana, pasal 63 menjelaskan bahwa pelaku dapat dijatuhi hukuman tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, atau pembayaran ganti rugi. Bisa juga berupa perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, sampai pencabutan izin usaha. Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan juga mengatur mengenai hal ini. Pada pasal 100 poin 1, tertulis bahwa setiap label pangan yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan tidak menyesatkan. Setiap orang juga dilarang memberikanketerangan atau pernyataan yang tidak benar dan/atau menyesatkan pada label (poin 2) Pelanggarannya berakibat sanksi seperti yang tercantum di pasal 144, yakni pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 6 miliar.

sumber :

http://food.detik.com/read/2014/05/08/180753/2577526/297/2/ancaman-pidana-5-tahun-penjara-atau-denda-rp-2-miliar-bagi-para-pengoplos-daging

Tidak ada komentar: