KEBIJAKAN PELARANGAN TARIF TIKET
PESAWAT MURAH
JAKARTA – DPR memprotes kebijakan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menaikkan tarif batas bawah tiket
pesawat. Jika sebelumnya 30 persen, kini tarif batas bawah 40 persen dari tarif
batas atas. Menurut anggota dewan, kebijakan itu terburu-buru dan tidak
mempertimbangkan keinginan rakyat.
Hal tersebut disampaikan anggota komisi
V Bahrum Daido saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kemenhub, Selasa (13/1).
Menurut legislator dari Partai Demokrat itu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan
tidak paham dengan kebijakan penerbangan di Indonesia. Sebab, sebelum menjabat
Menhub, Jonan merupakan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI). ”Sayangnya, orang
di sekelilingnya pun tidak bisa memberikan masukan,” jelas Bahrum.
Dalam RDP kemarin, hampir seluruh ketua
lembaga hadir. Antara lain, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI F. Henry Bambang
Soelistyo, Ketua KNKT Tatang Kurniadi, serta Presiden Direktur PT AirAsia
Indonesia Sunu Widyatmoko. Sayangnya, Menhub Ignasius tidak datang lantaran
masih berada di Pangkalan Bun untuk mengurus proses evakuasi pesawat AirAsia.
Kritik keras atas keputusan Menhub juga
disampaikan Muhidin Mohamad Said. Wakil rakyat dari Partai Golkar tersebut
mengatakan, pemerintah seharusnya melihat lebih jauh mengenai program low cost
carrier (LCC). Sebab, penerbangan murah memberikan keuntungan yang luar biasa
pada dunia pariwisata di Indonesia. Ketika masuk musim liburan, banyak yang
memanfaatkan pesawat terbang untuk pergi ke Bali atau destinasi wisata lain.
”Kalau gini wisata Indonesia akan rugi. Orang Indonesia lebih memilih berlibur
ke luar negeri daripada di dalam negeri,” paparnya.
Ketua Komisi V Ferry Djemi Francis
menjelaskan, kebijakan kenaikan tarif batas bawah itu akan dievaluasi ulang.
Alasannya, kebijakan yang dikeluarkan Menhub tersebut terbukti tidak berbasis
analisis pada penumpang.
Djemi menyatakan, Menhub tidak perlu
gegabah dalam menyikapi insiden jatuhnya AirAsia QZ8501. Menurut dia, seorang
menteri seharusnya berpikir panjang. Jangan langsung menyalahkan bahwa insiden
itu disebabkan safety pesawat LCC yang kurang. ”Bukan safety, seharusnya dia
melakukan investigasi. Mungkin ATC-nya yang lemah,” paparnya.
Lebih lanjut, Djemi berjanji me-review
ulang kenaikan tarif batas bawah. Dalam waktu dekat komisi V kembali memanggil
Jonan untuk menghadiri rapat kerja. ”Akan kami mintai pertanggungjawaban,
mengapa kok tarif batas bawah dinaikkan,” tuturnya.
Sementara itu, pengamat hukum
transportasi Utomo Karim menuturkan, secara hukum memang pihak yang memiliki
andil paling besar dalam kecelakaan itu adalah manajemen AirAsia.”Namun, itu
tidak berarti hanya AirAsia yang bertanggung jawab. Sebab, sebenarnya banyak
pihak lain yang turut bertanggung jawab,” ujarnya.
Kemenhub, misalnya, merupakan pihak yang
lalai dalam mengawasi AirAsia hingga menimbulkan kecelakaan. Buktinya, Menhub
Jonan memberikan sanksi kepada sejumlah pejabat Kemenhub. ”Ini menguatkan bahwa
kesalahan juga dilakukan Kementerian Perhubungan,” paparnya.
Selanjutnya, Perum AirNav sebagai
perusahaan yang mengatur navigasi penerbangan juga harus bertanggung jawab.
Pasalnya, arah perjalanan pesawat AirAsia juga diatur AirNas tersebut. ”Jadi,
ini bisa dibilang sebagai kesalahan bersama,” jelasnya.
Semua lembaga tersebut sebenarnya bisa
diancam dengan pidana. Hal itu sesuai dengan KUHAP pasal 359 yang menyebut
barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati diancam pidana
penjara paling lama lima tahun.
Sumber :
http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/125076-dpr-evaluasi-larangan-tarif-murah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar