Mengenal Sejarah Karawang
Kabupaten Karawang, adalah sebuah
kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Karawang.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor di barat,
Laut Jawa di utara, Kabupaten Subang di timur, Kabupaten Purwakarta di
tenggara, serta Kabupaten Cianjur di selatan. Topografi. Sebagian besar wilayah
Kabupaten Karawang adalah dataran rendah, dan di sebagian di wilayah selatan
berupa dataran tinggi.Demografi. Penduduk umumnya adalah suku Sunda yang
menggunakan Bahasa Sunda, tetapi di Karawang terdapat beberapa bahasa dan
budaya diantaranya budaya dan bahasa Betawi di daerah utara Karawang tepatnya
sebagian Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya serta bahasa Jawa Cirebonan
di jalur Utara Kecamatan Tempuran Kecamatan Cilamaya Masyarakat pada umumnya
memiliki mata pencaharian yang beragam, tetapi banyak yang bekerja sebagai
petani.
Abad ke-17 kerajaan terbesar di Pulau
Jawa adalah Mataram dengan rajanya yang terkenal yaitu Sultan Agung
Hanyokrokusumo, Sultan Agung adalah seorang raja yang tidak menginginkan
wilayah Nusantara dikuasai atau dijajah oleh bangsa asing dan ingin
mempersatukan Nusantara dibawah satu kekuasaan bangsa sendiri.
Pada abad ke-17 VOC sudah menanamkan
kekuasaannya di Batavia oleh karena itu Sultan Agung berupaya mengusir VOC dari
bumi Nusantara dengan jalan menyerang Batavia, tetapi pada waktu itu para raja
di wilayah Nusantara belum ada persatuan dan kesatuan untuk menghadapi musuh
dari luar, masing-masing berjuang sendiri bahkan ada sebagian yang memihak
penjajah.
Hal ini disebabkan adanya politik Devide
Et Impera dari penjajah sehingga Sultan Agung bukan saja harus berhadapan
dengan serdadu VOC tetapi juga harus menghadapi tentara dari kerajaan Banten.
Sebagai daerah atau tempat untuk menyerang VOC di Batavia, Karawang pada waktu
itu dikuasasi oleh para prajurit Mataram dijadikan sebagai basis atau pangkal
perjuangan. Sultan Agung memerintahkan Rangga Gede untuk :
Mempersiapkan bala tentara/membenahi
prajurit
Mempersiapakan logistik dengan jalan
menjadikan daerah Karawang menjadi
lumbung padi.
Tanggal 14 September 1633 Masehi,
bertepatan dengan Tanggal 10 Maulud 143 Hijriyah. Raja Mataram, Sultan Agung
melantik Singaperbangsa sebagai Bupati Karawang pertama, sehingga secara
tradisi setiap tanggal 10 Mualud diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten
Karawang.
Pada zaman revolusi kemerdekaan Republik
Indonesia, Karawang merupakan salah satu daerah yang menjadi kancah perjuangan
melawan penjajah Belanda, seperti yang dilukiskan dalam sajak Chairil Anwar
berjudul " Karawang Bekasi".
Menjelang Proklamasi Kemerdakaan Bung
Karno dan Bung Hatta bersama para pemuda militan mempersiapkan diri di
Rengasdengklok tepatnya di Kampung Bojong Kecamatan Rengasdengklok, Proklamator
Sukarno - Hatta menyusun naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Peristiwa penting ini merupakan bukti
otentik bahwa Kabupaten Karawang memiliki nilai HISTORIS yang besar peranannya
bagi kejayaan Nusa dan Bangsa sehingga tidak berlebihan kiranya Karawang diberi
julukan sebagai daerah pangkal perjuangan, maka di tempat-tempat tersebut
dibangun tugu kesepakatan kebulatan tekad untuk memproklamirkan kemerdekaan
Republik Indonesia. Hal ini tentunya mendorong semua pihak untuk berperan serta
dalam melaksanakan pembangunan dengan lebih giat lagi.
Pelat Kuning Kandang Sapi Gede mengawali
berdirinya Kab. Karawang
Karawang berdiri sejak dikeluarkannya
piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede oleh Sultan Agung kepada Raden
Singaperbangsa dan Raden Wirasaba, 3,8 abad lampau. Saat itu, wilayah Karawang
sangat luas, meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta.
Memasuki sejarah perjalanan Kabupaten
Karawang, kita awali dengan kedatangan seorang Hafidz Qur’an dari Champa sekitar
abad ke XV masehi yang bernama Syech Hasanudin bin Yusuf Idofi, atau yang
terkenal dengan julukannya, Syech Quro. Ia mendirikan paguron-paguron Islam di
Karawang, tepatnya di kampung Pulobata desa Pulokalapa, kecamatan
Lemahabang-Wadas. Sejak penyebaran agama yang diwahyukan Allah SWT kepada
Rasulullah SAW itulah, kemudian agama Islam menyebar di seantero jagat oleh
para waliullah yang terkenal dengan sebutan wali Sanga.
Pada masa penyebaran agama Islam di
Karawang, komplek pemakaman Syech Quro masih merupakan hutan belantara dan
rawa-rawa. Hal ini bisa kita duga apabila menelaah asal kata Karawang berasal
dari bahasa sunda Ka-Rawa-an yang artinya tempat penuh rawa. Nama tersebut
sesuai dengan keadaan geografis Kabupaten Karawang yang berawa-rawa. Bukti yang
memperkuat pendapat tersebut yakni dengan banyaknya nama-nama daerah di
Kabupaten Karawang yang diawali dengan kata Rawa seperti; Rawasari, Rawagempol,
Rawa sikut, Rawa Gede, Rawa Merta, Rawa Gabus dan rawa-rawa lainnya.
Namun, menurut sumber lain pada
buku-buku Portugis (tahun 1512 dan 1522) menyebutkan, nama Karawang diambil
dari bahasa Portugis “Caravan”. Istilah ini diberikan bangsa Portugis karena
apabila orang-orang yang bepergian akan melawati daerah rawan, untuk keamanan
mereka pergi berkafilah-kafilah dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi,
Kerbau atau Keledai. Demikian pula halnya yang terjadi pada jaman dahulu,
kesatuan-kesatuan kafilah yang dalam bahasa Portugis disebut “Caravan” membuat
pelabuhan-pelabuhan di sekitar muara sungai Citarum yang menjorok ke pedalaman
Karawang. Sehingga disebut dengan “Caravan” yang kemudian berubah menjadi
Karawang. Dalam sumber pada buku-buku Portugis (tahun 1512 dan 1522) tadi,
Karawang memang terletak di sekitar Sungai Citarum. Memang pada masa itu,
keberadaan Karawang dikenal sebagai jalu Lalu Lintas yang sangat penting untuk
menghubungkan Kerajaan Pakuan Padjajaran dengan Kerajaan Galuh Pakuan yang
berpusat di daerah Ciamis.
Hal diatas ada kaitannya dengan yang
dijelaskan Tendam. Menurut Tendam”…dari Pakuan Padjajaran ada sebuah jalan yang
dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah, Warung Gede, Tanjung Pura, Karawang,
Cikao, Purwakarta, Sagalaherang terus ke Sumedang, Tomo, Sindang Kasih, Raja
Galuh, Talaga, Kawali dan akhirya berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis
dan Bojong Galuh. Luas wlayah kabupaten Karawang saat itu, tidak sama dengan
luas wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada masa itu, luas wilayah
Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.
Perang Mataram – Banten
Kerajaan Padjajaran runtuh pada tahun
1579 M. Pada tahun 1570 M kerajaan Sumedang Larang berdiri sebagai penerus
kerajaan Padjajaran dengan rajanya yang bernama Prabu Geusan Ulun, putra
pasangan Ratu Pucuk Umum (disebet juga Pengeran istri) deingan Pangeran Santri
keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Kerajaan Ilam Sumedang Larang, pusat
pemerintahannya berada di Dayeuh Luhur membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan,
Sukakerta dan Karawang. Prabu Geusan Ulun wafat pada tahun 1608, dan digantikan
oleh putranya Rangga Gempol Kusumahdinata, putra Prabu Geusan Ulun dari
istrinya Haris maya keturunan madura.
Pada masa itu di Jawa Tengah telah
berdiri kerajaan Mataram dengan rajanya Sultan Agung (1613-1345) yang
bercita-cita ingin menguasai Pulau Jawa dan mengusir Kompeni (Belanda) dari
Batavia.
Demi menjaga keselamatan wilayah
kekuasaan Mataram di daerah Barat, pada tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung
melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di Batavia. Namun gagal sehubungan
situasi medan yang sangat berat dan berjangkitnya penyakit Malaria serta karena
kurangnya kebutuhan logistik.
Dengan kegagalan tersebut, Sultan Agung
mencari strategi penyerangan terhadap kompeni dan menunjuk Karawang sebagai
pusat logistik yang mempunyai pemerintahan sendiri dibawah kekuasaan Mataram
dan dikomandani oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang serta mampu
menggerakkan masyarakat untuk membangun pesawahan guna mendukung pengadaan
Logistik dalam persiapan melakukan
penyeragan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.
Tahun 1632, Sultan Agung mengutus
Wiraperbangsa Sari Galuh untuk membawa 1000 prajurit beserta keluarganya ke
Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah selain
membebaskan pengaruh Banten di Karawang juga untuk mempersiapkan kebutuhan
logistik sebagai bekal melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di
Batavia.
Tugas yang diemban Wiraperbangsa dapat
dilaksanakan dengan baik. Hasilnya bahkan sempat dilaporkan kepada Sultan Agung
di Mataram. Atas keberhasilannya, Wiraperbangsa dianugerahi jabatan Wedana
(sekarang tingkat Bupati) di Karawang dan mendapat gelar Adipati Kertabumi III
serta diberi hadiah senjata berupa sebilah Keris yang bernama “Karo sinjang”.
Setelah penganugerahan dilakukan di
Mataram, Wiraperbangsa melanjutkan kembali tugasnya dan melakukan perjalanan ke
Karawang. Namun takdir illahi berkata lain. Saat singgah sementara untuk
menjenguk keluarganya di Galuh, Wiraperbangsa keburu wafat.
Pelat Kuning Kandang Sapi Gede
Jabatan Wiraperbangsa sebagai Wedana di
Karawang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Singaperbangsa
yang di anugrahi gelar Adipati Kertabumi IV memerintah di Karawang pada tahun
1633-1677. tugas pokok Raden Singaperbangsa di awal kepemimpinannya adalah
mengusir VOC (Belanda) di Batavia.
Untuk itu, Raden Singaperbangsa
membangun pesawahan untuk kebutuhan logistik semasa perang. Selain itu, Raden
Singaperbangsa juga mendapat tambahan 2000 keluarga.
Pembangunan pusat logistik dan pesawahan
demi memenuhi kebutuhan logistik perang itu tersurat dalam “Piagam Pelat Kuning
Kandang Sapi Gede” yang bunyinya adalah sebagai berikut; “panget ingkang Piagam
Kanjeng ing Ki Rangga Gede ing Sumedang kagadehaken ing si Astrawardana. Mulane
sun gdehi peagem, sun kongkon anggraksa kaagengan dalem siti Nagara Agung,
kilen waten Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung
isina Pun Pari Limang tkes punjul tiga welas jait. Basakala tan anggrawahani
piagem, lagi lampahipan Kyai Yudha-bangsa kaping kalih ki wangsa Taruna,
ingkang potusan Kanjeng Dalem Ambakta tata titi yang kalih ewu, Wadana nipun
Kyai Singaperbangsa, kalih ki Wirasaba kang dipunwadanahakeun ing manir.
Sasangpun katampi dipunrenahakeun Waringinpitu lan ing Tanjungpura, anggraksa
siti NagaraGung Bongan Kilen, kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping
sapuluh sasi Mulud tahun alif. Kang anulis piagem manira anggaprana titi”.
Terjemahan isi piagam tersebut didalam
bahasa Indonesia adalah; “Peringatan piagam Raja kepada Ki Ranggagede di
Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam,
ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung di sebelah timur
berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi Padi lima takes
lebih tiga welas jahit. Adapun padai tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa,
baskalatan yang menyaksikan piagam dan kedua Ki Wangsataruna yang diutus oleh
Raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kyai
Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima, kemudian mereka
ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah
nagara agung di sebelah barat. Piagam ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10
bulan Mulud tahun Alif. Yang menulis piagam ini ialah saya, Anggaprana.
Selesai”.
Demikian isi ‘Piagam Pelat Kuningan
Kandang Sapi Gede’ yang dibuat pada tanggal 10 bulan Mulud tahun Alif atau hari
Rabu tanggal 10 Rabi’ul awal tahun 1043 hijriah, yang bertempatan dengan
tanggal 14 September 1633 Masehi dan pada hitungan tahun Jawa/Saka adalah hari
Rabu tanggal 10 Mulud 1555.
Tanggal yang tercantum dalam isi Piagam
Pelat Kuningan Kandang Sapi Gede kemudian dijadikan sebagai “Hari Jadi
Kabupaten Karawang”. Penetapan tanggal itu berdasarkan hasil penelitian panitia
sejarah yang dibentuk dengan surat Keputusan Bupati Kepala daerah Tingkat II
Karawang, Letkol (inf) H. Husni Hamid dengan SK-nya nomor 170/PEM/H?SK/1968
pada tanggal 1 Juni 1968. adapun bukti hasil penelitian dan pengkajian itu
terdapat dalam tulisan para pakar sejarah yakni; Dr. Brenes dalam “Tyds Taal
Land en Volkenkude’ XXVIII halaman 352, 355 yang menetapkan tahun 1633 sebagai
tahun jadinya Karawang.
Ada juga tulisan ilmuwan Dr. R. Asikin
Wijayakusumah dalam “tyds Taalland en volkenkunde’ XXVIII 1937 afl. 2, halaman
188-200 Tyds Batavisch Genot schap DI. 77, 1937 halaman 178-2005 yang
menetapkan tahun 1633 sebagai tahun jadi Karawang.
Begitu pula tertulis pada batu nisan
makam Penembahan Kyai Singaperbangsa di Manggung Ciparage desa Manggungjaya
Kecamatan Cilamaya yang bertuliskan angka 1633-1677 dalam huruf latin dan
tulisan Mas Sutakarya berjudul babd Karawang yang menetapkan tahun 1633 sebagai
tahun jadi Karawang
Sumber:
-
https://id-id.facebook.com/historyeducation/posts/530427663695970
Tidak ada komentar:
Posting Komentar